Selasa, 17 Februari 2015

Catatan Hati Pecinta Alam

Pertalian kisah  tentang sekte pecinta alam sungguh menarik. Saya sadar ada begitu banyak rekan-rekan seperas yang digolongkan terobsesi dengan alam. Rekan-rekan seperasa yang mencintai alam dengan secinta-cintanya pedalaman jiwa dan raga. Menjalin hubungan persahabatan terhadap alam dengan hangat. Berkomunikasi terhadap alam dengan mesra. Bertoleransi terhadap alam dengan sopan. Serta, berkontibusi terhadap alam dengan sigap dan peduli. Bukan saya hendak menjadikan sekte pecinta alam, suci adanya bak suatu dikte yang mengharuskan ini dan itu. Tentu tidak. Saya yakin, seorang pecinta alam adalah segolongan manusia yang memiliki sisi kelembutan dalam hatinya yang selalu ingin terhubung dengan kedamaian dan kebenaran. Kebenaran sesungguhnya. 
 Gunung salah satu elemen alam. Atas nama gunung; titik tertinggi suatu daerah yang senantiasa menjadi destinasi tujuan. Ada kalimat bijak yang saya yakini, bahwa Seorang pecinta alam yang menjadi pendaki gunung tidak akan cukup menjadikan ketinggian sebagai tujuannya. Ada sesuatu yang lebih penting dari ketinggian yang mungkin saja semua orang bisa dapatkan meski tanpa harus mendaki gunung. Karena hubungan pecinta alam dan gunung itu bak pecinta yang menemukan rumahnya berpulang.
Adapun sesungguhnya gunung yang tinggi megah tak pernah hanya “diam” adanya. Gunung itu hidup, sudah pasti. Gunung mampu berkomunikasi bahkan mengoneksikan jalinan dengan siapa pun yang bersedia untuk terhubung bersamaan. Di gunung mampulah melembutkan jiwa-jiwa yang kebal dengan kesombongan, mampu mengeraskan semangat yang mati, mampu menyimpan rahasia yang abadi, mampu menjadi tempat menyimpan harta karun atas semua kenangan dalam pendakian. Atas "kemampuan" mistis dan logis yang disuguhkan oleh gunung adalah tentang "kebangkitan jiwa”. Kebangkitan yang sering memicu konflik bathin yang menjadi titik balik setiap manusia yang pernah mencicipi kedekatan dengan gunung.
 Kharisma gunung telah banyak melahirkan manusia-manusia ideal dalam sosok pecinta alam, sehingga menjadikan pendakian gunung menjadi sensasi yang manis dan magis untuk sebuah perenungan hidup. Apapun alasannya, setiap orang membutuhkan perenungan. Untuk kemudian menjadi orang yang beruntung karena memilih gunung sebagai sahabat, bukan lagi sekedar menjadikan gunung sebagai sarana apalagi sekedar alasan perenungan.

Dari pict diatas: saya coba berikan jawaban, tentang sebongkah perasaan yang selalu hadir bersebab mendengar nama gunung. Bersebab yang hidup dalam jiwa dan mekar dalam hati. Bersebab oleh panorama alam yang selalu membuat saya berkali-kali jatuh cinta, hingga selalu membuat saya menjadi manusia, seutuh-utuhnya manusia yang perlu banyak belajar dan bersyukur dengan nikmat Sang Kuasa. Kemudian tentang setiap perjalanan selalu menghubungkan saya dengan kode-kode Sang Kuasa yang terhampar bebas di alam, seolah selalu menjadikan saya terikat oleh alam.

Terimakasih. Wahai Sang Kuasa Alam
Karenamu. Aku menjadi seorang pecinta

#Ranger Ungu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar