Rabu, 11 Januari 2017

Resensi Novel Critical Eleven karya Ika Natassa



Romantika Sebelas Menit yang Kritis

Documentasi oleh @haloiyik
Novel gubahan Ika Natassa ini  berkisah tentang romantika pasang suami-istri, Ale dan Anya. Judul novel yang memakai istilah dalam penerbangan –Critical Eleven- ini diartikan sebagai ‘sebalas menit paling genting di pesawat’.

“Dalam penerbangan ada sebelas menit paling kritis, yaitu tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing. Dalam sebelas menit itu, para air crew harus berkonsentrasi penuh karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi pada rentang waktu critical eleven ini.”

Sang penggubah mempertemukan dua orang asing -Ale dan Anya- di pesawat.  Dengan prosesi meet-cute karena berdampingan tempat duduk, yang dilanjut dengan obrolan asyik sewajarnya, sampai satu jam terakhir penerbangan yang mereka lalui terasa nyaman tanpa upaya yang dibuat-buat. Hingga mencapai landing yang mulus; pertemuan awal mereka berhasil melalui sebelas menit paling kritisnya.
"Sama halnya, tiga menit pertama saat bertemu seseorang itu kritis sifatnya dari segi kesan pertama, right?. Seyumannya, gesture-nya, our take on their physical appearance. Semua terjadi dalam tiga menit pertama. And then there’s the last eight minutes before you part with someone. Senyumnya, tindak tanduknya, ekspresi wajahnya, tanda-tanda apakah akhir pertemuan itu akanmenjadi “andai kita punya waktu bareng lebih lama lagi” atau justru menjadi perpisahan yang sudah ditunggu-tunggu dari tadi. (hal.16)
Sampai perputaran waktu yang dapat mendatangkan cerita baru. Selang waktu sebulan sejak pertemuan itu, terjalinlah hubungan kasih dan saling sayang antara keduanya. Kemudian diselang lagi waktu sekitar setahun untuk sesungguh-sungguhnya romantika sepasang suami-istri mereka lakoni bersama.

In marriage, when we win, we win big. But when we lost, we lost more than everything. We lost ourselves, and there’s nothing sadder than that. Marriage is a little bit like gambling, isn’t?

Aldebaran Risjad adalah seorang tukang minyak -begitu dia menyebut dirinya. Pekerja offshore operation engineer di Meksiko. Alteltis dan berambut ikal dengan lima hobi; nonton filim, olahraga, membaca, koleksi lego, dan berurusan dengan kopi. Punya kualitas yang jarang ditemui pada laki-laki pada umumnya; dia bisa mengubah situasi secanggung apa pun menjadi sesuatu yang seharusnya memang terjadi dan tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa. Bukan cuek yang nyaris tidak pedulian. Bukan yang harus care dengan ngumbar segala-galanya.

Aah.. kayaknya iyasih sikapnya langka! Too much perfact untuk jadi idaman. Tetapi, adanya kenyataan hidup ini selalu punya cela bagi seseorang yang sudah layak sempurna,kan?. Dan kesempurnaan itulah yang menjadi bakal konflik yang bertautan dengan sosok Anya.

Tanya Letitia Baskoro seorang consultan managment, hampir menghabiskan banyak waktu dengan jadwal terbang berdurasi kerja lintas negara. Setipe istri pelengkap suami dalam arti  ‘pandai mengurus suami’ dengan sikap kharismatik yang tegar. And always, rapuh di pedalaman hati dan jiwanya.
“Pernikahan itu bukan seperti permainan judi. Pada saat kita duduk di depan meja penghulu dan melaksanakan ijab kabul, semua kita “pertaruhkan”. Cinta, hati, tubuh, pemikiran, keluarga, idealisme, masa depan, karier, setiap sel keberadaan kita sebagai manusia. Tidak bisa setengah-setengah. Saat menang, kita memang bisa memenangkan jauh lebih besar daripada yang kita pertaruhkan. Cinta yang kita rasakan bisa berlipat-lipat, tubuh kita tidak lagi satu tapi sudah bisa melahirkan keturunan lucu-lucu” (hal.153)
Konflik dalam novel ini cukup simple, gak ngoyo dan dibuat mudah secara rekaan filmis. Kondisi antara tokohnya terjalin dan dituturkan dengan sudut pandang orang pertama. Ale dan Anya masing-masing bercerita secara bergantian. Proses alur yang ditampilkan berupa gerak maju-mundur dengan kilas yang ditampilkan megalir sewajarnya sebagai hubungan suami-istri yang saling cinta, saling menjaga, mencoba menghargai dan mencoba mempertahankan hubungan pernikahan itu. Cerita manis dengan kepahitan yang menggugah.
*
Novel Critical Eleven sudah terbang sejak tahun 2015, mengudara dan terjual sukses sebanyak 1.111 selama 11 menit saja. Selayaknya sebuah prestasi gempita yang memang layak diapresiasi, penghujung tahun 2016, sudah tersiar kabar bahwa novel ini akan diadaptasi ke layar lebar. Bahkan, press liris pemeran Critical Eleven juga sudah mengudara!!

Sebelumnya banyak pembaca -terutama saya- yang udah gak sabarrrrran melihat romantisme ala Critical Eleven di bioskop. Awalnya terbesit juga duga-dugaan bakal calon pemeran yang cocok dan kumplit untuk berperan sebagai sepasang Anya dan Ale.

“Apakah pasangaan suami-istri dari kalangan artis yangmemang sudah menikah?” atau “Sepasang aktris-aktor yang jaminannya chemistry–nya itu oke punya.”

Dan, Eh. Ternyata sang penggubah Ika Natassa malah udah ng-tweet teaser poster Critical Eleven yang menampilkan Adinia Wirasti dan Reza Rahardian.

Serasa menang banyak. Aktor kebanggaan industri bioskop Indonesia yang watak aktingnya kebangetan. Seakan bisa kebayang tentang taktik, gelagat dan detail ekspresi Reza Rahadian yang akan ditampilakan untuk jadi seorang Ale. Juga, tentang Adinia, si anggota genk Cinta yang cewek tomboy itu.. pastinya juga buat penasaran, Adinia bakalan jadi perempuan –calon ibu- dengan ketegaran kharismatiknya, mewatakkan seorang istri yang bahagianya harus tersendat sementara. 
Ah. I can’t wait for a reason it!

Ada baiknya sebelum menikmati visualisasi kisah Anya dan Ale, yang paling asyik itu memang kopoin novel Critical Eleven lebih awal.. setidaknya agar referensi saat di bioskop nanti lebih seru. Meskipun ekspetasi tentang filim yang diadaptasi dari novel itu bisa berbeda-beda, marilah saja dengan sepenuh khidmat, kita menunggu jadwal tayang penerbangan Critical Eleven di bioskop.
Yes. I'm really excited!


Judul Buku          :  Critical Eleven
Penulis                :  Ika Natassa
Penerbit              : PT Gramedia Pustaka Utama
Editor                 : Rosi L. Simamora
Tahun Terbit       : 2015 (Cetakan Keenam, September 2015)
Jumlah Halaman  : 344 Halaman
ISBN                  : 978-602-03-1892-9

dokumentasi oleh @haloiyik

2 komentar:

  1. Bahkan, setelah novel, riuh orang memperbincangkan filmnya, dan aq masih belum menyentuh keduanya, film dan bukunya :'
    Banyakin gambarnya kayaknya asyeik

    BalasHapus
  2. terima kasih kaka :)

    BalasHapus