31 Agustus 2011. Ada peristiwa penting yang pernah terjadi di kurun waktu itu. Begitulah saya mengingat dan melihatnya
kembali. Awal, pada saat saya sudah memiliki identitas baru sebgai seorang Mahasiswa di salah satu universitas swasta di kota Medan. Fakultas KIP
jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi lahan penggembelengan pengetahuan saya. Menurut catatan saya
(baca: dairy usang), pada hari itu di rentang waktu sekitar 3 tahun yang lalu,
saya masih menjadi Mahasiswa tinggat pertama, dengan semangat belajar yang
ogah-ogahan. Terlebih lagi, pikiran egois saya DULU yang berstatus sebagai
orang gagal karena tidak bisa masuk ke Universitas tujuan saya.
Semula semuanya begitu menyiksa,
membayangkan untuk menghabiskan waktu kurang lebih 4 tahun di Universitas yang
tidak masuk dalam keinginan saya, ah keterlaluan. Padahal untuk memasuki
Universitas ini saja, Ayah dan Mamak sudah menyediakan banyak biaya demi saya.
Perjalanan naik-turun angkot dengan jarak tempuh angkot Binjai- Medan- Belawan selalu
memaksa diri saya untuk melewatkan waktu hampir 2 jam bahkan lebih (terhitung
macat) dalam perjalanan menuju kampus. Parahnya itu saya lakukan sendiri, hal
yang paling tidak saya suka. Berencana ngkost? terkendala keridhoan Ayah dan Mamak. Belum lagi masa gagal adaptasi saya dengan
rutinitas mahasiswa , karena (saat itu) saya merasa tidak nyaman disana. Saya juga seringkali berencana move on untuk hijrah dari Universitas itu. Maksudnya mengikuti ujian SNMPTN lagi, mencoba dari awal lagi. Tetapi, mungkin Allah
memang sudah berketetapan. Ayah dan Mamak juga begitu, Mamak selalu meyakinkan lebih baik dengan bersabar. Hingga saya benar-benar menerima kenyataan ini, di
tahun kedua tepatnya di tingkat 4 dan sekarang saya bersyukur kerenaNya.
Begitulah, awalnya terkadang,
manusia cendrung bersikap egois karena hanya memikirkan dirinya sebagai central
dari pihak yang tidak beruntung. Padahal apa yang disukai belum tentu baik
untuknya dan bisa jadi apa yang tidak disukai sangat baik untuk dirinya. Betapa
bermaknanya waktu, sekarang saya telah menjadi mahasiswa tingkat 7. Selama 3
tahun saya berproses, mendapati begitu buaaanyak perubahan. Kini saya
berlantang "betapa beruntungnya saya" hingga saya selalu mengingat wejangan dari seorang kakak yang baik hati, tentang seseorang yang tidak hanya dilihat dari mana dia
berada tapi juga dilihat bagaimana dan apa yang dilakukan dalam prosesnya. Proses dari tidak ada menjadi
ada, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengenal menjadi paham.
Proses pencarian jati diri, dari seorang yang lalai menjadi seorang pemimpi besar, dari seorang pemalas menjadi seorang yang penuh semangat untuk bergiat, dari seorang yang kufur nikmat Allah-nya menjadi seorang yang penuh rasa syukur. “Itu jugalah hidayah Allah". Menghadiahkan proses bermakna untuk menjadi pelajaran hidup -bagi saya.
Proses pencarian jati diri, dari seorang yang lalai menjadi seorang pemimpi besar, dari seorang pemalas menjadi seorang yang penuh semangat untuk bergiat, dari seorang yang kufur nikmat Allah-nya menjadi seorang yang penuh rasa syukur. “Itu jugalah hidayah Allah". Menghadiahkan proses bermakna untuk menjadi pelajaran hidup -bagi saya.
Ada proses transformasi yang terjadi
ketika saya berada di tingkat 3, proses yang tentu saja dilandasi campur takdir
Allah Yang Maha Pengasih. Proses yang mengantarkan saya menuju Allah. Kasih
sayang, kehilangan, kecewa dan pengabaian yang saya alami berimbas pada cara
pandang saya tentang hidup. Hingga Allah, Ayah dan teman-teman yang baik
menunjukkan saya pada dunia yang bermakna. Adakah kamu mau tahu teman? Kuharap iya,
karena saya teramat ingin menuliskannya sebagai memory kehidupan saya, Hmmm,
lain halaman kelak saya akan bercerita tentang itu ya, staytune :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar