Senin, 08 Desember 2014

Catatan Perjalanan Pulau Berhala: Hari Pertama, Sudah Jatuh Cinta #2



“Semuanya dimulai karena niat yang baik, insyaAllah dengan proses yang juga baik maka hasil yang didapatkan juga akan baik.” Saya pamerkan pemanasan qoute di pesan mandiri bbm saya. (5.12.14)

Dalam hati saya terus membathin, semuanya akan baik-baik saja, semuanya akan menjadi asyik, semuanya akan sesuai dengan aturan main yang akan saya jaga. Semuanya akan dalam perlindungan Allah. Amiin.

Hari jumat siang, saya kabarkan kepada salah satu Tim Art travel, yang bernama Kak Mayda. Beliaulah yang jadi perantara dan perpanjangan niatan saya untuk mengikuti trip ini. Sebelumnya, saya juga sudah berkomunikasi dengan Kak Mayda tentang prosedur perjalanan, dari akomodasi sampai penginapan. Saya juga menyampaikan –seperti, membuat kesepakatan tentang batasan-batasan yang saya butuhkan, juga bantuan perjalanan menuju kesepakatan titik kumpul keberangkatan. Alhamdulillah, Allah mengenalkan saya dengan orang yang baik. Beliau bersedia untuk membantu.

Sekitar pukul 18.00 wib kami berjanji untuk bertemu di Simpang Km. 18, lebih tepatnya Kak Mayda menyarankan menunggu di halte dekat rumah sakit Latersia. Meskipun banyak keraguan, tetap saya sanggupi. Saya meminta tolong kepada tetangga saya yang memiliki becak agar mengantarkan saya dan tas bawaan saya ke tekape. 5 menit menunggu, Kak Mayda tak kunjung tiba. Singkat cerita, saya sampai di rumah Kak Winda –temanya kak Mayda- yang juga akan menjadi peserta trip ke pulau Berhala. Saya mohon izin untuk melaksanakan solat Magrib, selagi kak Winda dan Kak Mayda bersiap-siap dengan perlengkapan mereka.

Pukul 18.30 kami berangkat mengendarai sepeda motor menuju kantor Art Trevel di jalan Medan-Binjai KM 14,8 Diski. Kami transit sebentar untuk menjemput owner travel yang bernama bang Ari. Capcipcuz. Kami tancap gas ke Garu, daerah rumah kak Yun Cay. Mereka masih terlihat sibuk mempersiapkan alat tempur dan keperluan selama di pulau. Sedangkan saya? Entah kenapa sudah merasa ngantuk-ngantuk cantik. Untung saja saya masih ditemani dengan serbuan pertanyaan dari Ayah –tentu saja via sms- “dimana, Anak?; udah berangkat?; Berapa orang?; Siapa kawan-kawan, Anak?” Dan sms-sms gokil Ayah yang masih tergugu untuk percaya bahwa saya tidak mentiko. Haha. Ayah memang yang paling bisa.

Pukul 22.05 kami sampai di tempat kesepakatan titik kumpul, yaitu halte UISU Jln. Sisingamangaraja. Baiklah. Time is.... angkutan KPUJ akan mengantarkan kami ke daerah Sergei. Sebenrnya tak banyak tahu saya tentang lokasi persis pemberhentian kami nanti. Saya agak malas bertanya dan bersikap nyinyir. Pun karena saya memang masih terbawa kebiasaan manja untuk mengingat alamat (ini tidak baik). Kurang lebih waktu satu jam setangah saya manfaatkan untuk membalas kantuk yang sedari tadi memaksa saya untuk terus menguap. Getaran-getaran HP yang saya yakin berasal dari sms-sms ayah masih saya rasakan. Saya membahtin “Maafkan anakmu yang sedang mengantuk ini, Ayah”. 

Pukul 00.30 saya mendengar percakapan kak Yun Cay dengan Pak Sopir yang berseru bahwa kami sudah sampai di daerah simpang Bank BRI Sergei. Beliau menyatakan bahwa kami akan transit ke posko marinir. 
Posko Darat Marinir pulau Berhala

Sesampainya di posko darat marinir, barulah sumua wajah-wajah peserta yang ikut trip ini bisa saya hapalkan. Tentu saja, tidak dengan nama mereka. Proses perkenalan pun belum terjadi. Saya melihat rona kelelahan dan juga kecanggungan. Dan ada baiknya saya menahan diri sebentar. Setelah kak Winda yang telah lebih dulu saya kenali sejak pukul 18.00 tadi, tidak lama kemudian, saya mencoba menjajal perkenalan dengan peserta terdekat dengan tempat duduk saya. Dia memperkenalkan namanya sebagai Ayu, masih mahasiswa ekstensi S1 jurusan komunikasi di LP3i. Dia -yang saya pikir- pergi bersama temannya, bernama Yuli yang masih mahasiswa Analis kesehatan di Yayasan Rusdi dan juga seorang teman laki-laki mereka yang saya tidak tahu namanya. Kemudian saya juga langsung menyodorkan jabatan tangan kepada seseorang yang mengenalkan namanya sebagai Nisa, mahasiswa tingkat akhir jurusan konseling di Unimed. Nisa bersama dengan teman laki-lakinya yang memperkenalkan diri sebagai Nanda. Sebatas mereka yang masih wajar saya jangkau untuk berkenalan. Itupun karena usaha keras saya agar perjalanan ini lebih menyenangkan dengan orang yang baru saya kenal. Ada juga sepasang laki-laki dan perempuan yang sama sekali tidak saya ingat namanya sampai sekarang, menurut saya si perempuan itu lebih nyaman untuk menjaga jarak saja. Ada juga empat orang laki-laki –yang saya terawang sebagai jenis manusia pecinta alam. Dua diantaranya menggendong tas carrier yamg mungkin berkapasitas 60 liter. Haisshh. Dua orang lagi terlihat humanis dan santai. Kemudian seorang lagi, yang saya dengar dia memperkenalkan namanya sebagai Andre. Fix. Peserta seluruhnya berjumlah 14 orang ditambah 5 orang tim travelnya.

Kami diinstruksikan untuk beristirahat sekelak. Meluruskan badan yang mungkin agak pegal-pegal atau mengisi perut yang mungkin agak keram-keram. Kami di tawarkan cemilan khas para TNI-ers, mungkin ini yang namanya "Ransum". Rasanya persis seperti biscuit Roma tapi, iya ada tapinya. Teksturnya nyeletuk di gigi, alias keras banget. Sebenarnya bisa dikatakan rapuh tapi menurut saya teksturnya seperti biscuit yang terlalu kekar.


ada yang bekas gigitan :D
Perjalanan baru akan dilanjutkan pukul 4.00 wib dengan menumpang kapal nelayan yang juga akan digunakan para marinir yang akan bertugas di pulau Berhala.
Cap! Cap! Ayo kita berciap . . .

ceritanya lagi di kapal, emang iya, terlalu sadar dengan kamera  :D
Pukul 4.20 kami semua sudah anteng menempati lapak yang tersedia. Kondisi kapal nelayan ini lumayan juga, saya pikir kapal ini memang diperuntukkan untuk mengangkut para penumpang yang akan menyinggahi pulau Berhala, karena kondisinya tidak sekumuh yang saya pikirkan -tidak seperti kapal nelayan untuk menjaring ikan.

Selama di kapal, saya ingat baik-baik pancaran cahaya purnama yang teramat lantang dan cerah di malam itu. Lagi dan lagi, saya jatuh cinta dengan purnama di 15 hari hijriah. Bulan penuh, terang dan menawan hati. Kami semua berada dalam posisi senyaman yang bisa diciptakan sendiri. Saya segera memilih menggunakan pelampung yang disediakan dan membatasi lapak saya dengan tas yang saya miliki.
Saya benar-benar beruntung. Indah nian purnama saat itu. Saya berbaring berusaha meluruskan kaki, menghadapkan kepala ke langit. Saya hanya ingin memandang purnama yang bersyahdu riang dengan pantulan cahayanya. Benar-benar saya simpan dalam ingatan, bentuk megahnya, sinar cemerlangnya. Purnama yang mepesona.
Ketika fajar mulai menyingsing, saya periksa jadwal waktu sholat shubuh di BB saya, sudah pukul 4.49. Saya melaksakanan sholat shubuh di atas kapal. Tidak berganti posisi sama sekali. Karena takut oyong saya memilih tetap duduk dan melaksanakan sholat shubuh. Setelah sholat shubuh saya memilih melanjutkan tidur. Lumayan juga asyiknya, di atas kapal kami harus terayun-ayun ombak yang terlalu ramah menyapa. Degedek-gedek-gedekk.. Suara mesin menjadi alunan musik pengantar tidur. Lambaian angin senantiasa menampar sukujur tubuh. Syukur saja saya sudah melindungi tubuh dengan pakaian syar’i anti badai, jaket rusa kesayangan dan pelampung. Pokoknya aman dah. Dalam hati saya membathin tentang keraguan teteman saya yang tidak mau ikut perjalanan ini karena takut “berita sumbang” kengerian perjalanan 4-5 jam menggunakan kapal nelayan. Mereka mungkin beruntung sedang molor di kasur di rumah meraka, tapi saya lebih beruntung, molor cantik di atas kapal dengan ayaunan ombak dan belaian angin. Saya cinta alam semesta ini.
Ketika terbangun, sejauh mata memandang hanya ada air –dan tentunya para pesrta dan kru yang ada di kapal. Sekitar jam 8.30 wib. Dermaga mulai menampakkan wujudnya. Siulan dari anggota marinir dari arah belakang berkumandang. Saya tak mengerti apa maksudnya. Dari dermaga saya melihat beberapa orang –yang saya duga juga anggota pasukan marini- sepertinya siap membantu kami untuk menepi dan menjejaki dermaga. Alhamdulilah. Yey!! Sampai! 

penglihatan menuju dermaga
Saya berusaha untuk meluruskan badan yang agak-agak menahankan pegal dan keram. “Huaaaaaaaaaa... SubhanAllah indahnya alamMU ya Rabbi”. Bathin saya ingin berteriak, namun agak saya urungkan agar tidak terlihat terlalu norak. Sebenarnya saya juga sudah tidak tahan agar bisa jeprat-jepret berpose dalam kamera. Nasib akan berganti, saya memang tidak punya kamera canggih tapi teman-teman yang lain punya, kan?. Hahaha. Bukankah ada nilai plus jika ikut travel? Kita bisa tetap cantik (gak perlu repot mikirkan persiapan konsumsi dan perizinan dan bisa menikmati perjalanan dengan nyaman dan bonus full dokumentasi.) Haha.
Kami dikomandokan salah satu anggota marinir agar menampati mes marinir di pos 2. Kami pun diarahkan berjalan melewati bilah pasir putih pulau Berhala yang airnya masih surut. 

suasana mess marinir di pos 2

Pulau Sokong Nenek


pose pulau Berhala dari sudut kiri -dari pulau Sokong Nenek-
Aduhai, saya sudah jatuh cinta dengan pulau Berhala, total.
kaki yang sudah berjejak juga ingin eksis :D
Setelah meletakkan perlengkapan pribadi dan menentukan tempat tidur. Kami diberikan waktu free untuk beristirahat. Saya memilih langsung saja menghambur ke hamparan pasir putih. Duduk-duduk cantik di hamparan pasir yang lembab. Memenjamkan mata. Menikmati belaian angin, nyanyian alam yang teramat indah. Saya bersimpuh di pasir berusaha mengingat baik-baik agar menjadikan tempat itu sebagai kenangan yang menyenangkan.

 Saya perika hp, no signal (SOS). Oke, masalah sinyal baiknya dipikirkan nanti saja, terlebih alasan yang akan saya berikan kepada Ayah. Pukul 10.30 kami menikmati sepiring bubur kacang ijo, rasanya bertambah nikmat saja, karena memang keadaan perut yang sedari semalam merajuk kelaparan.
Kami masih diberikan free time. Bersama kak Winda, saya menyusuri pantai di sekitaran mess, menikmati suasana dan mengabadikannya dalam memori kamera. 


Beberapa teman lainya, menyenangkan diri mereka juga dengan pilihannya masing-masing. Kita free. Nisa memutuskan untuk mandi dan mengganti pakaian, alasannya dia kegerahan. Empat orang abang-abang yang tadinya saya duga sebagai anak Mapala telah mempersiapkan tenda sebagai lapak mereka. Duhh, nenda di pantai? Asyiknya!.
Nyantai kayak di pantai, selow kayak di pulau. Pacakkan tenda!
**bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar