Selasa, 09 Desember 2014

Catatan Perjalanan Pulau Berhala: masih "stay on" #bagian 3

Terimakasih Ya Allah, alamMu ini sungguh indah, semoga bisa saya kunjungi lagi tempat-tempat lainnya lain yang juga seindah pulau Berhala ini. Amiin. (Doa saya ketika bermesra dengan angin yang syahdu)
 
Saya masih tak menyangka bisa mengunjungi pulau Berhala. Tentu saja bukan sebuah prestasi -hanya seperti loncatan kemampuan saja- atau bisa saya sebut kemajuan dari "rasa berani" yang saya miliki. Dan juga bukan berarti selama ini saya tidak berani untuk pergi agak jauh dari rumah. Memang rejekinya saya –mungkin- sebagai satu-satunya anak perempuan Ayah (paling bontot pula). Agar bisa mendapatkan izin keluar, sekedar jalan-jalan memanjangkan kaki -apalagi- hanya untuk berlibur bersama orang-orang yang tidak pernah saya kenal rasanya seperti mustahil. Dan yang terjadi? -Seharusnya- memang pantas saya menghitung resikonya, tapi setelah hari itu terjadi saya merasa lebih pantas untuk menghitung pembelajaran yang saya dapatkan dan tentunya pengalaman. Ayah mungkin tidak akan percaya dengan impian-impian anak perempuannya setelah ini atau mungkin juga Ayah akan tetap sulit melepaskan izin untuk impian-impian anak perempuannya –yang konon sudah bermimpi menjejakkan kaki di titik teringgi pulau Jawa-. Namun kepastiannya, saya akan mewujudkan impian-impian saya yang terselubung agar tetap konsisten dengan restu Orangtua, dari Ayah. Sebenarnya saya sedang merindukan Ayah. 
Saat memikirkan Ayah, saya sedang ngaso di pondok yang ada di atas pohon.  Dan dari atas pohon saya melihat teman-teman lainnya sudah turun ke air. Iya, mereka sudah berbasah-basah dengan riangnya. Perasaan saya pun tergugah untuk segera turun ke air, tapi masih ragu-ragu saja. Saya masih terlalu banyak berpikir tentang segala halnya. Begitulah resikonya, kalau sudah bertemu air memang harus basah, kan? Tapi... tentang bagaimana ini.. bagaimana itu.. masih tetap menjadi pertimbangan saya.
“Nisa mau kemana?” tanya saya kepada Nisa yang sedari tadi memang berada di atas pohon bersama saya.
“turunlah yok. Kita snorkling”
“Ohh iya yaa, snorkilng itu pasti asyik banget. Iya deh, nanti aja” jawab saya sekedar. Dan Nisa pun turun ke air juga bersama teman-teman lainnya. Mungkin tidak kesemuanya, saya masih memperhatikan semua peserta. Saya memposisikan diri sebagai orang yang tidak menjahui “kesosialan”. Bagaimana pun juga sekitar 2 x 24 jam lagi kami akan bersama di pulau terluar RI. Saya hanya berpikir tidak ingin terasingkan atau menjadi asing. Yuli, Ayu dan teman laki-lakinya memilih menggelar sesi pemotretan khusus di sekitaran pulau Sokong Nenek. Nanda, Nisa dan juga keenam teman lainnya (gak ingat nama mereka) sudah turun ke air.

Panggilan aroma dari santapan siang sudah memanggil-manggil. Memang sudah waktunya makan siang, pikir saya. Saya yakinkan diri dengan melihat jam (saya berusaha menghindari mempertanyakan jam dengan alasan saya tidak ingin memikirkan lamanya waktu yang saya habisakan di pulau ini) tapi tetap saja, kebutuhan dengan waktu sholat harus wajib dilaksanakan. All time, on time. Saya bergegas dan mendirikan sholat, sekalian saya jamak dengan waktu ashar. Setelah sholat, saya berkumpul kembali bersama kak Winda, Kak Mayda, Bang Andre dan Bang Aris yang sudah mengeliling meja kayu yang menghidangkan santapan siang kami. Ada gulai daun ubi, sambal ayam, dan sambal oseng teri tempe. Menggiurkan. Kami makan dengan lahapnya, bahkan saya tamboh (haha) memang keterlaluan osengan teri tempe Kak Yun Cay yang sangat memikat lidah. Begitu juga teman lainnya yang sudah datang merapat untuk menikmati santap siang.
“Kak Winda nanti turun ke air kak? Kakak, snorkling juga kah?" tanya saya.
..Iyala dek, siap makan langsung hajar ke air
“Kalau bang Andre, juga?" tanya saya sambil menoleh.
“Hmm, rencananya juga gitu. Jawab bang Andre.
(Halamakk.. gimana ya aku ini)
“Kapan lagi Dek snorkling, selagi di pulau Berhala loo, asyik tuh snorkling disana.” Rekomendasi dari bang Ari.
“Iye, masa udah di sini gak snorkling, selagi di pulau Berhala, ya dijajal semua keasyikannya, nanti nyesal lo, teringat-ingat terus.. nyesall.  Haha” tambah si Nanda.
Sebenarnya saya juga sudah mempersiapkan mental untuk pilihan turun ke air atau lebih tepatnya berhubungan dengan air-airan. Saya sudah menyewa pelampung sebagai jaminannya. Saya pernah kapok berurusan dengan air. Sewaktu perpisahan sezaman saya masih SMA, saya hampir saja tenggelam di sungai Bukit Lawang. Waktu itu kami seperti rafting, menggunakan ban yang berukuran agak besar sebagai peralatannya. Syukur Alhamdulillah, saya selamat, ada yang menolong dan sadar kalau saya sudah gagap di dalam air. Perut saya sampai kembung menelan air. Itu 4 tahun yang lalu, dan saat itu lokasinya di sungai. Saat ini kan saya sedang di pulau, dan ini air laut. Saya gak mungkin lupa, kalau air laut itu ternyata asin banget (haha) sudah saya buktikan karena mungkin saja hampir 5 liter air laut di pulau berhala yang sudah saya minum dengan sangat tidak sengaja dan terpaksa.
Sudah saya tepis ragu-ragu untuk turun ke air. Dengan pakaian lengkap “anti badai” dan ditambah pelampung, saya sudah berhasil nyungsep ke air. Meskipun masih terus ngapung –ya karena masih pakai pelampung. Teman-teman lainnya sudah menjajal pose masing-masing dengan kamera underwater bang Ari. Saya tentunya tidak mau ketinggalan. Setelah bernego untuk melepaskan pelampung dan meminta bantuan kak Winda agar terus mengawasi kondisi saya selama pemotretan di dalam air.
Akhirnya ...
di pandu dan di bantu kak Winda :D
Sok nyaaa aja itu :D
Setelah percobaaan beberapa kali dengan usaha gigih ingin berpose dalam air yang tak kunjung berhasil, akhirnya....
I'am ..... :D
Ahhh... rupanya saya sedang berenang (pakai pelampung), saya ingat dulu, semasa masih bocah, usaha saya agar bisa berenang hanya dengan mengandalkan pengajaran abang kandung kedua saya. Dulunya, beliau juga sering berlatih renang untuk menjaga bentuk tubuhnya di kolam Renang Tirta yang masih bertiket Rp 3000,. Dengan alasan agar tinggi badan saya bisa bertambah, saya sering memaksa agar diajaknya. Namun menginjak SMP saya menyerah dengan usaha itu, selain karena si Abang yang gak mau lagi ngajak saya, pun memang saya sudah malas untuk belajar berenang, karena saya tidak mau memiliki kulit seperti si Abang yang sudah menghitam. Gile aja. Masa nanti adek perempuan kalah putihnya sama abang pertama. Haha. Banyak ingatan yang saya bawa sampai ke pulau Berhala. Seperti kenangan yang menghadirkan kenangan lagi.

Yes, saya biaa membuktikan pada diri sendiri, bahwa saya masih cocok berada di air. Walaupun saya gak bisa memastikan kondisi saya selama main-main di air. Selain karena perut yang agak mulas dan mata yang pedih dengan keasinan air. Belum juga pikiran, ahh.. bagaimana dengan konsidi saya saat ini **. Sebisanya, dengan menggunakan pelampung, saya nikmati pengalaman “air-airan” di Pulau Berhala. Saya tetap berusaha tersenyum, dengan posisi tubuh yang mengapung memandang langit yang membiru cerah. Membathin dengan suara lirih “Terimakasih Ya Allah. Ampuni Adek selama ini, kalau memang Adek berdosa. Bukankah, laut ini, karunia dari alamMu juga. Lindungilah kami selalu.

"stay on"
keliling pulau Berhala pakai perahu karet
Dari arah dermaga, datang perahu karet bermesin, yang bertuliskan Marinir. Saya pikir perahu itu berfungsi untuk keperluan patroli di pulau Berhala. Karena asyiknya, saya lupa kesesuaian agenda dan fasilitas trip kali ini, tentang kami akan mendapat kesempatan mengeliling pulau Sokong Nenek. Ahhhh.. ternyata yang terjadi kami sampai mengelilingi  seluruh pulau Berhala. Berputar... keliling...

kondisi tangga menuju menara mercusuar
Setelah itu, kami juga menyesuaikan dengan dengan agenda, mengunjungi mercusuar. Huwow.. saya pikir inilah yang terasyik. Menara mercusuar ini letaknya di dalam hutannya pulau Berhala. Untuk mencapainya haus menaiki sekitar 1000 anak tangga. Bukan saya yang kurang kerjaan untuk menghitung jumlah anak tangga itu, tapi memang begitu kondisinya. Kata salah seorang dari kami, “trackingnya seperti menaiki tangga di Tongging”. 
“Ah masa iya? Serius?” tanya saya. Dan dia menjawab “entah juga sih. Aye belum pernah kesana. HaaaElakh.
walau ngos-ngosan tetap narsisss :D
di depan menara Mercusuar Pulau Berhala
Ternyata tujuan tracking ke menara mercusuar bukan tanpa rencana apa-apa. Melainkan dengan alasan, kami akan dihadiahkan pemandangan sunset.

masih menunggumu, sunset :D
Sunsetnya Oke :D
Yihaaaaaa.. teriak saya dalam hati dengan senyuman dan mata yang membelalak. 
Asyik asikk.
Sungguh, inilah sunset terindah yang pernah saya lihat dengan mata sendiri, di pulau Berhala (pula). Suguhan dari Sang Pencipta Seluruh Alam memang tak tertanggungkan. MasyaAllah. Dari bentuk sang matahari yang masih utuh di atas permukaan air sampai separuh menghilang dan benar-benar menghilang menuju belahan bumi lainnya. MasyaAllah, keterlaluan indahnya, pun dengan kemilaunya. Beruntung saya dapat mengabadikannya. Bersama teman-teman lainya yang juga mengantre untuk berpose bersama Si Sunset.
Sunset Terakhir, one:)
Setelah Si Sunset benar-benar bersembunyi, kami pun turun dari menara mercusuar dan kembali menuju mess. Pikiran saya sudah kelelahan dengan kenyataan seribu anak tangga. Hampir oyong. Kaki pun terasa lemas. Dalam hati pun saya membatin, “Kok iya, rasanya badan saya manja banget, gimana nanti kalau ada panggilan nanjak gunung lagi. Apa gak kacau awak nantinya. Huaaaa.. keram betul kaki Awak". 

Sesampainya di mess, terhidang pisang dan ubi goreng. Ya oma ya oma.. perut Adek memang lafarrr. Setalah icip satu dua tiga porsi ubi goreng, saya bersegera membersihkan badan yang sudah lengket karena keringat, juga air asin serta sisa-sisa pasir yang masih menempel di badan. Setelah itu sholat magrib dan juga menjamaknya dengan solat isya. Kemudian juga setoran tilawah.

Diluar, ternyata teman-teman lainnya sudah berkumpul dengan wajah-wajah yang segar –meski sudah menghajar 2 x 1000 anak tangga pada sore tadi-. Semuanya keren. Juga api unggun yang sudah menyala dengan maraknya. Semuanya masih menunggu selesainya sesi bakar-bakaran ayam dan ikan yang akan disajikan. Kak Yun Cay, Bang Aries dan Murni bertugas menjadi pengipas dan penjaga bara api. Kami para peserta hanya anteng, ada yang cerita-cerita, ada yang melihat hasil huntingan kamera. Saya? Gak ngapa-ngapain, bengong aja, mandang-mandang langit yang malam itu masih memamerkan cahaya bulan penuh yang memesona. Sangat memesona.   

Selesainya bakar-bakaran ayam dan ikan, kami pun menikmatinya dengan lebih lahap. Selesai makan? Apalagi yang harus dilakukan? Datanglah -faktor X- yang mempengaruhi. Mengantuk? Iye. Meskipun ini tak biasanya terjadi, perkiraan saya waktu masih menunjukkan pukul 9 malam, tapi mata saya sudah berkapasitas 5 watt saja. Gak pakai kompromi, saya segera mengundurkan diri dari kebersamaan. Ayu dan Yuli juga. Sedangkan teman-teman lainnya mungkin menikmati malam dengan game tebak lagu –yang masih terdengar dari kamar Mess. Ahh, sungguh saya mengantuk. Bukankah, besok akan ada hari yang lebih melelahkan? dan bukankah besok adalah hari terakhir di pulau Berhala ini? ya, semoga besok lebih menyenangkan ~~


**bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar