Jumat, 20 April 2018

Kenangan

Pasti ada. Ada seorang atau beberapa yang berantusisas merayakan hari-hari yang pernah 'dianggapnya' penting: berdasar tanggal, hari, bulan, tahun dengan embel-embel moment atau perayaan-perayaan yang terikat.

Rasanya seperti kontrak bathin dan jiwa pikiran yang harus atau tak sengaja saja diulang atau.. terulang begitu saja.

Aku pikir. Perihal itu sebagai bentuk dari kepedulian dan limpahan kasih sayang saja. Setidaknya begitulah pembenaran yang terdekatnya, menurutku.

Seperti aku: dengan pembenaran dari ingatan-ingatan beberapa hal... yang kusayang-sayangkan dalam isi kelapaku.

Diantara beberapa hal yang telah kulalui, lakukan dan pahami kemudian.
Diantara beberapa hal yang telah kupahami, kusyukuri dalam kesulitan dan kesenangan yang kuharap-harapkan kemudian.
Sampai jadinya bisa menjadikan senyum-senyum sebegini jadinya; kepada diri sendiri.

Ada.
Pernah ada kenangan.

Tentang bahagiaku: digendong dan dinaikkan ke pundak Ayah, semasaa anak-anakku. Sekilas bayangan caraku meminta gendongan itu, warna girangnya tawaku -yang sekarang membawakan nuansa kangen. Sungguh-sungguh.

Tentang sedihku menyaksikan Mamakku terbaring di ruang emergency rumah sakit. Kakinya membiru dan kain putih menyelimuti seluruh tubuhnya.. waktu aku tiba yang kutemui hanya jasad kehidupanku yang masih hangat, namun... (kata suara yang mengantarku) tak bernyawa lagi. Aku tidak ingat apapun, selain yang kusebut sebelumnya dan kemudian dekap Ayah dan Abang pertamaku yang datang setelah aku sangat lelah dengan air mataku sendiri -yang sekarang berusaha membawakan nuansa 'tarikan nafas yang dalam' serta rapalan doa.

Selanjutnya.. sebagiamana usahaku untuk harus melanjutkan petualangan-petualanganku dengan perdamaian yang kuyakin-yakinkan pada hatiku sendiri.

"Aku harus kuat. Harus berani."

"Harus mampu. Harus terus belajar untuk mampu."
(sumber pict: google bae)

Sampai-sampai aku hanya harus mengingat bahwa... untuk melanjutkan bahagia itu yang kuperlu hanya tentang merayakan kenanganku dengan kedamainan, rasa jujur dan percaya; bahwa aku lebih dari kepantasan untuk semua pengharapanku di masa depan.

Iya, begitulah sekiranya, caraku berdamai.

yang pertama: berdamai dengan diri sendiri.

2 komentar:

  1. untuk berdamai dengan diri sendiri memang sulit, tak bisa di pungkiri memang, berdamai dengan diri sendiri itu adalah hal yang melelahkan, apalagi diri kita sedang di masa sulit, semuanya yang di lakukan itu seolah ya hanya sia sia, ya memang tiap insan punya ceritanya masing-masing, punya caranya masing masing, dan suka dukanya masing masing, tapi ingat, tiap insan juga punya hak untuk bahagia atas dirinya sendiri, dengan caranya sendiri ataupun dengan sahabat yang selalu membuat tertawa,,,

    "komentar apa sih ini, kok ga jelas,, hehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wow, terima kasih komentarnya yang ssuper :D
      semoga sukses berdamai dgn diri sendiri yo Mbang Mbang..

      Hapus