Rabu, 11 April 2018

Kepada Kalian yang Diseleksi Getaran Jiwa

Sebelum menulis kisi-kisi curhat ini, aku sudah dibuat mewek dengan tulisan salah satu jenis manusia favorit akoh yang bertutur tentang memaafkan diri sendiri :')

Aku sudah agak lupa tentang faedah blog ini, tentang yang pernah aku muntahkan disini, tentang trauma yang pernah kusimpan disini, dan bahkan... tadinya untuk login saja aku kikuk.
Ternyata untuk mulai menulis lagi, harus ada momentum yang menyakiti, agar boom nya dapat sesuatu, mungkin menyembuhkan. *uhuk

Adakah kalian akan setuju bahwa: kita (akan) abadi? sebab yang fana adalah waktu,  seperti kata Eyang Sapardi.

Kalian kan juga pastinya percaya dan pahami saja bahwa dunia ini berotasi dengan segala kemungkinan dan harapan-harapan. Segalanya tidak ada yang mutlak, kupikir benar saja. Kecuali yang kita tahu dan pahami tentang KuasaNya yang itu.

Seandainya, hari itu adalah hari ulang tahunku yang ke 20; aku pernah meraung-raung bermohon disayang agar mamak dan ayahku tetap sehat. Dan ternyata, saat hari hari ulang tahunku yang ke 25 lalu; aku hanya mengulang-ngulang permohonan untuk selalu pandai merasai syukur saat sehat dan sakit, sehingga tidak perlu terlalu merepotkan rasa khawatir beberapa orang disekitarku.

Apa kenyataan sudah menjadi simple?
Tidak/
tapi, berusaha saja, dengan kemungkinan dan harapan.
Toh, seandainya hari ini aku masih berkeras kepala dan hati, dari mana kudapatkan makna bersyukur.
sumber pict : googling bae :)
Aku sedang tidak ingin menyesali apapun.
Aku tidak akan pernah lagi ingin meyesal.

Masa kita -begini- dan orang-orang seperti kita ini berhak merasakan dan melakukan kesalahan-kesalahan. Dan tidak perlu terlalu banyak merasakan khawatir, begitu nasihat yang seringku dapat.

Setujukah?

Jadi, acapkali naik suhuku bahwa -aku hanya ingin berani saja.
(Baiklah mari kita mencoba)
Mencoba mencari tahu: segala jenis sedih dan bahagia dan sakit dan sehat, yang belum diketahui dan alami sewajarnya. 

Seandainya harus ini kulampiaskan, perihal sedih dan bahagia yang tarik menarik, membuka dan menutupi segala kurang dan lebih energi dalam emosiku. Cerita ini akan jadi sepanjang jalan Jamin Ginting, mungkin.

Roller coaster emosiku yang singgah dan hilang: kupikir ingin kusyukuri saja. Apalagi setidaknya pernah ada cerita-cerita tentang kita. Kisah yang akan jadi kenangan, entah yang kusuka atau tidak, pastinya akan mendatangkan pelajaran dari inginku yang itu itu juga.

(terima kasih teman sejagad yang berhasil diseleksi oleh getaran jiwa)

Walaupun, aku ingin jangan pernah ada 'seandainya' bagi kita, jika itu menyakitkan adanya. Sebab dalam hal yang paling aku takuti,  (kecuali jenis takut dari jin dan kecoak terbang)  adalah tentang kehilangan. (oia, aku juga takut kelaparan, apalagi kalau ga ada duitt dan welas asih traktiran kopi) hmm :')

Aku pikir aku tidak pernah mampu untuk merasakan ini. tapi ternyata: Aku bisa tertawa sekarang. Aku masih bisa menangis. Dan, aku juga tetap bertahan serta sesekali melawan!

Entah sejak kapan,  jika harus dirunut alur kejadiannya (ini tentang evaluasi self healing yang kudapat saran dari Sesuhu Penasehat Bathinku)

Contohnya: pernah, aku mulai sering mengumpulkan daun-daun kering. Mengutipnya saja dengan random dengan tidak ada prsangka dan hanya ingin menyimpannya. Pelan-pelan aku mulai terobsesi, menyayanyi daun-daunku. Tidak ingin dia hilang atau bahakan ada yang menghilangkannya. Aku hanya mau daunku!

kemudian, berbulan lalu, aku kehilanan hanpon dan tiga lembar daun -palingkusayang-. Lantas, yang turut menjadi rute emosi itu adalah aku kehilangan kenanganku.

Terlalu banyak yang kusimpan disana, atau terlalu juga kumerasa obsesi yang itu,  Tapi ketika dia hilang, ternyata bukan itu yang kubutuhkan. Karena aku bisa beli hanpon lagi hanya dalam hitungan jam, mengggantinya sesegera dengan hanpon baru. Awalnya dia masih kosong, kemudian kini kenangan yang lain kusimpan dan rasanya sudah penuh saja.

Nah, pada waktunya aku dapat saklar yang harus aku mainkan: tentang membutuhkan makna hilang.

Entah, kemudian kita memang harus menggantinya dengan kebaruan, atau tetap harus ada hal yang direlakan, untuk dimaafkan menuju IKHLAS. 

Aku pernah diceritakan filosofi tentang pohon yang harus menggugurkan dedaunnya untuk bertahan hidup.

Nah. Itulah yang membuatku sedih, harus kuapakan kenanganku yang lalu, harus bagaimana aku dengan rasa dan perasaan bersalahku. Harus bagaimana lagi aku sampai harus begitu-begitu mulu.

Kita ini perlu kebaruan, yakan?
kita ini perlu makna yang lain, kupikir.

sumber pict : uhmm, googling meeong :)

Jadilah, aku menulis lagi disini.
Keluar dari goa, uhm... yang kata Socrates pernah jadi zona ternyaman, kemudian aku jadi penasaran siapa -yang akan mau baca blogku yang nganu ini, ya :)

Komen ngapa, aku ingin tersenyum lagi membaca tulisan ini nantinya.

8 komentar:

  1. Aku baru tahu kalau ternyata engkau bisa menulis seindah ini. Bukankan merajut penggalan-penggalan syair galau yang kau gurat pada tisu-tisu meja di kedai kopi itu hingga menjadi utuh begini lebih mendamaikan hati?

    Teruslah menulis dengan hati, nanti kau akan candu sendiri.

    Jangan lupa untuk bermetamorfosis ya. Agar galau yang kau curahkan juga bisa jadi penawar bagi yang sudi membaca blogmu dan jadi obat bagi mereka yang juga terjerat kegalauan😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. kak, terima kasih :)
      untuk waktu dan telinga dan yang 'itu-itu jugalah'

      siap graak, semoga terus jadi candu.
      sampai terus berproses kan ;)

      tolong ingatkan ya kalau udah kelewatan noraknya. hehe

      Hapus
  2. Kalau bukan robot, maka bisa menangis dan tertawa. Itulah fatwa Sponge Bob kepada Squidword (gimana sih ejaannya) untuk mengidentifikasi Tn. Crab yang bernyanyi "Bipbipbupbupbap". Dan kau bukan robot, dek. Masih bisa tertawa, masih bisa menangis, masih bisa mengenang, masih bisa mengumpul makna. Kutak pernah menikmati kesedihanmu, meski kunikmati tulisanmu ini. Itu berbeda. :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. halo, kak, ululuulu~ jadi atiku.
      Puja Kulit Kerang club Sponge BOb s:)

      terima kasih, Kakak juga porsinya berbeda.
      tolong bantu ingatkan adek ya :')

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. komen apa ini yang dihapus? - jangan meong-meong kamu, dik.

      Hapus
  4. Pande kali anak ini merepet gegara baca blog ini http://kyorizki.blogspot.co.id/2018/04/sudahkah-kita-memaafkan-diri-sendiri.html?m=1

    BalasHapus
    Balasan
    1. ohh, duhai engkau dik, one of manusia favorit akooh.
      Makasih ya udah idup dan sehat, tolong jangan buat aku khawatir ya.

      Bilang-bilang kalau masak enak, aku padamu ingin selalu :')

      Hapus