Selasa, 11 November 2014

AKU, FLP dan MEREKA #1



Ini tentang kisah yang (sepertinya) akan menyejarah.
Tentang AKU dan FLP-ers
 

Diawali, dari getar-getir gejolak yang mengusik diri. Laksana anak itik yang tersesat dan tak tahu hendak kemana dia pulang. Sejak tahun 2012, saya kelimpungan mensyurve wadah partisipasi dan kreatifitas, layaknya organisasi yang memiliki azas dan pondasi yang menjadi sarana pembelajaran. Simplenya, saya membutuhkan pengorganisasian.
  
Getar-getir yang dimaksudkan diawal yang menjadi pembuka diatas jua, menjadi alasan kedua. Alasan pertama adalah karena saya terlena dengan kepercayaan bahwa menulis adalah sebuah terapi. Saya sadari dengan pikiran terbuka, saya butuh terapi jiwa yang ampuh dilakukan dengan kesenangan pribadi.
Wah, serius amiiit deh, kaaaayaknya.... Hahaha.

2012, saat saya masih di semester 3, teringat dengan dosen telaah puisi yang juga (tentunya) bergelut dalam sastra, novelis dan manusia modren independen bernama pena Win R.G. Usut punya usut beliau menulari kami (mahasiswanya) untuk (lebih) mencintai sastra, dengan pendekatan fiksi. Saya yang saat itu takjim, bak pemburu bersenjata internet, tergugah menjadi mata-mata dengan profesi stalking "ilmu" kepenulisan yang dijadikannya (read:dosen saya) wabah.
Akan sangat panjanglah kelak tulisan ini, jika saya memberanikan pendetailan kisah yang tersirat. Singkat kata cerita, beliau menyebutkan keorganisasian menulis, tentang kisahnya, dengan novel kesayangannya Ketika Mas Gagah Pergi  buah pikir Helvy Tiana Rosa yang menjadi pendiri forum kepenulisan, adalah FLP.

Saya stalking jejaring medsos, search FLP, sejarahnya, pondasinya, para pelakunya dan proses rekrutmentnya. Dan kecewalah saya.

Lohh? Kecewa?
Iyala, saya ketinggalan kereta.. Haha. Kereta tak berkuda.

Di 2012, Saya dan FLP belum berjodoh, saat itu, yang saya temukan akun fb FLP SUMUT.
“Saya mah, ternyata, udah ketinggalan info!”.

Saya memburu infonya (sekitar) bulan Oktober, sedangkan open rekrutment angkatan 5 dilaksanakan sekitaran Agustus. Jadilah, telat sudah, sunggingkan senyum.
"Gak papahlah, belum berjodoh, FLP, kutunggu rekrutan 6 nya!"

Waktu begitu bermakna, sampailah kita pada kisah tahun 2014. # apaansih maksudnya? :D
Getar-getir tak tersampaikan saat dua tahun lalu terkoyak kembali,
"kapanlah fLp itu open rekrutment lagi sih, sombong banget siamat! Buat penasaran aja."

Angin berhembus, sapa disambut.
Here we go..... mari, kita mulai dari “nol” lagi ya

FLP SUMUT mengadakan program rutin di bulan Ramadhan: Tadarus Sastra.
Saya pikir, agenda tersebut hanya sebagai pengantar dan sarana publikasi FLP, prosesnya seperti melakukan relaksasi dan pemanasan, tanggal 6 Juli 2014, terselenggaralah seminar motifasi menulis, gratissssss di Perpustakaan Kota Medan jalan Iskandar Muda. Temanya “Saatnya Jadi Penulis!” dengan tagline “Ramadhan ini, Kamu harus bisa jadi penulis!!”
*aiiihhh rancak banna, brosurnya, warna ungu..... aduuuuuh tergoda Awak :D

Berteguh, maju mundur tak cantik, saya ragu-ragu cantik untuk menghadirinya. Posisinya, saya dalam situasi semesta yang sangat tidak mendukung, mestikung.
Kegalauan dalam ingatan pribadi yang saya rasakan (sepertinya) tidak layak publis (Hahaaaha) *ah biasa aja* lagi sakit aja kok, dapat vonisnya sih, badan meriang ulalala karena efek tumbuh gigi graham, gitu. *HAH! Sakiiiitnyaaaa kebangetan*

Tapi, apa mau dikata, rasa penasaran dua tahun yang lalu harus dibayar dengan tidak boleh ketinggalan info lagi!
Saya hadiri acaranya, pematerinya bang Anugrah Roby dan Mbak Ratna DKS. Mengupas tentang trik-trik kepenulisan, yang menjadikan saya merasa kekenyangan.
 

*Trantang teruntung....

Acara berlangsung 2-3 jam, sampai si MC yang saat itu adalah Kak Putri dan Kak Nurul, yang membuat atmosfir menyenangkan. “Asyik!” karena merasakan pemantapan perasaan dari kosa kata tersebut, dan karena "ilmu asyik" itulah saya ikhlaskan untuk mendaftar, ikut Tadarus Sastra 2014.
Selanjutnya, terjadilah seperti seharusnnya. Acarannya seminggu. Saya ambil konsentarasi fiksi, disesi gelombang 1, tanggal 7-12 Juli 2014.

Malangnya, kesempatan saya tidak berjalan mulus, saya tidak bisa berhadir di dua pertemuan akhir, yang saya pikir yang sangat menentukan, seperti kelulusankah (?) Hahaaa, ya enggak la, saya melewatkan agenda buka bersama di penutupan Tadarus sastra, dengan alasan, pertimbangan waktu dan "keberanian" saya untuk pulang terlalu malam. Saya membayangkan dalam posisi, pulang di atas pukul 19.00 atau lebih dari medan (read: lokasi rumah cahaya), harus naik angkot kosong atau penumpangnya dominasi laki-laki, sendirian (tidak terlalu jadi masalah), dan lebih diperparah lagi dengan ketiadaan angkot. *Ohh itu sangat menyebalkan.

Alhasil, saya tetap tidak berhadir, dan tidak terciptalah kesempatan memiliki sertifikat Tadarus Sastra.. (Oiiih, Kak Putt, kekira sertifikatnnya masih bisa di klaim, gak ya?)

Kayaknya udah kepanjangan benget deh ini kisah, rada pegal nulisnyya. “_”
Lanjut deh... sesi keduannya
Ketika itu, terbitlah flayer 


"Open Reckrutment Angkatan 6" di akun Fb-nya Kak Nurul (Ketua FLP)

dann  besok deh, lanjut kisah ini, kisah yang masih berharap menyejarah dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar