Senin, 05 Januari 2015

“Kak Rani, Apa Kabarmu?”


Sampai sekarang aku masih percaya, pertemuan pertama yang berkesan akan menyisakan alasan-alasan baru untuk memendam perasaan. Tidak penting perasaan seperti yang terpendam berikutnya. Pointnya adalah aku selalu merindukannya. Sejak peristiwa itu terjadi, aku percaya bahwa berikap ramah menjadi pintu menemukan hal-hal baru. Bahwa dahsyatnya assalamu'alaykum dan senyum menjadi hal yang sangat urgent untuk menjalin persaudaraan.
Aku terkenang seorang kakak yang kurindu tanpa alasan. Seorang ukhti yang sejak pertemuan pertama -dan hanya sekali itu saja- sudah mengoncangkan persepsiku. Pertemuan itu pun natural adanya. Tidak tersinggung sama sekali di hatiku bahwa si Kakak sudah berkesan dalam bagiku.
Stasiun kereta api Medan menjadi setting perjumpaan kami. Saat itu, aku masih berstatus sebagai mahasiswa. Bisa dikatakan, saat itu sebenarnya aku dalam kondisi perasaan yang teramat sensitif. Judul proposal skripsiku mengalami problematika yang pelik. Dosenku merajam hatiku dengan nasihat baik. Peristiwa itu juga kusadari sebagai kesalahanku. Aku sadar dengan nasihatnya dan berusaha bersangka baik dengan mempercayainya. Spedometer hatiku rasanya bergejolak naik dan turun. Satu, dua, tiga, empat hari kuhantam dengan perenungan. Di hari yang kelima aku masih melakukanya. Saat itu kududuk menyendiri di kursi tunggu dekat musollah stasiun kereta api Medan. Waktu Zuhur akan berkumandang, namun aku masih asyik dengan buku yang kubaca dan handsfree yang melantunkan instrumental klasik di telingku. Aku sedang berhalangan ber-ruku dan bersujud dengan mukena seperti beberapa orang yang khusyuk di dalam Musollah.
Menunggu jadwal keberangkatan kereta api terkadang memang menyenangkan. Sering terjadi aku menemukan teman-teman sejawatan yang juga warga Binjai atau bahkan kenalan baru. Di hari itu, matahari mendung membuatku mengantuk saat menunggu jadwal keberangkatan kereta api Medan-Binjai yang akan membawa kupulang. Entah bagaimana kuuraikan mulanya, spertinya tiba-tiba cahaya terang menghadiakanku kehangatan. Dialah Kak Rani. Kakak yang masih menyisakan persoalan hati yang tak selesai. Aku rindu dia. Berkali aku doakan dia sehat dan teragak mau merindukanku juga. Pun sudah kurujuk pada Allah Sang Kuasa, agar aku diperjumpakan kembali dengan Kak Rani. Dan semoga aku bisa berjumpa disaat mimpiku sudah terwujud.
Bagiku, Kak Rani spesial. Aku teramat ingin bercerita dan melakukan ini-itu bersamanya. Aku ingin mendengar cerita-cerita kerennya. Tak habis senyumku mengingat cericaunya yang lugas dan bersahabat. Dia mempengaruhiku dengan sangat tidak wajar. Selama 45 menit dia menerobos ke dalam hatiku, memporak-porandakan impianku. Dia seperti menjadikanku memiliki impian baru. Iya, dia melakukan itu tanpa kusadari sedari awal. Dia hanya menyisakan percik aroma yang selalu kurindukan. Sebaris nomor hp-nya yang sekarang sudah tidak lagi aktif. 

"Assalamu'alaykum kak Rani, apa kabar dirimu? Dimanakha dirimu?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar