Judul Novel
: Supernova: Gelombang
Penerbit
: PT. Bentang Pustaka
Tahun Terbit
: 2014
Cetakan
: Ke-1
Tebal Buku
: 492 halaman
Pengarang
: Dee Lestari
ISBN
: 978-602-291-057-2
Sinar matahari diblok oleh julangan tembok dan atap bangunan di gang sebelah, mewujudkan lembab dan remang di tengah siang yang terik. Namun, dari sisa cahaya yang ada, cukup jelas terlihat sebuah gambar yang dipulas cat orange di tembok kiriku. Simbol melingkar dengan cuatan ombak di pusat. Kali terakhir aku melihat simbol itu, aku tengah melayang di atas Asko.Gambar itu bersisian dengan sebuah pintu kayu berwarna hijau tua kusam berhias plang besi yang sudah diukir karat selingkar cincin besi hitam terpaku di tengah pintu. Saat itu, semua keraguanku gugur. Kehadiranku sudah ditunggu. Aku menarik cincin itu dan mengetuk dua kali. (Hal. 387)
Tok-tok. Dalam kepingan 44 Supernova-
lahirlah simbol
melingkar dengan cuatan ombak di pusat: Gelombang.
Dewi “Dee”
Lestari kembali menyajikan petualangan mencari “makna” Supernova. Dee
melahirkan sosok Thomas Alfa Edhison yang diakrabi sebagai Ichon. Bermula dari upacara
gondang, suatu
peristiwa magis berhasil merubah Ichon, si anak biasa dari keluarga Sagala yang
tinggal di desa Sianjur Mula-Mula.
Secara
mendadak Ichon laris dihantui makhluk misterius yang disebut Si Jaga Portibi.
Bahkan dalam mimpinya, Ichon juga dihantui kejadian semu berulang-ulang yang
menjadi pertaruhan nyawa paling mengerikan baginya. Sejak itu, Ichon menjadi
incaran orang-orang sakti di kampungnya. Ompu Togu Urat, Nyai Gomgom, dan Ompu Rongur Panghutur. Gonjang-ganjing semakin
menyadarkan Ichon pada sesuatu yang harus disadarinya: tentang keanehan dirinya
dan itu berhubungan dengan kemampuan mimpi yang mengerikan. Peran orang sakti itu membekali
Ichon dua batu bersimbol yang akan berfungsi sebagai pemancar kemampuannya.
Dalam perantauan di Jakarta, Ichon kecil bertansformasi dengan segenap potensi dan
jejak rekam masa lalunya. Bahkan talian nasib dengan Amang Gultom berhasil
membawa Ichon ke Amerika, belahan dunia yang memberikan kehidupan bagi seorang
Alfa Sagala.
“Namamu Alfa, kan? Nomor satu itu artinya. Kalau kau jadi nomor satu di New York, artinya kau jadi nomor satu di mana pun.” (Hal. 110)
Selanjutnya,
Gelombang dipenuhi dengan intrik-intrik yang mengalir dengan asyik. Dee dengan luwes meracik
ciri khas Supernova dengan kuat, dengan sensasi roller coaster:
ekspolorasi kearifan legenda Batak, setting yang sensasional, juga fenomena lucid dream. Ditambah bumbu humor yang menyegarkan, romansa perasaan
dan pesona cuplikan sains yang semakin memperkaya jalinan rasa cerita yang lezat
untuk bersandingan mesra dengan otak.
Karakter Alfa
Sagala yang menggiurkan akan terus menggoda para pembaca untuk menikmatinya.
Liku-liku kehidupannya tinggal di apartemen sekarat di Haboken, hingga mampu
menyeberang bak
kutu loncat menuju kampus paling bergengsi di Amerika Serikat: Universitas
Cornell yang menjadi pembuka jalan untuknya berkarir di Wall Street. Namun,
kesuksesannya tidak semata-mata membuat Alfa Sagala terlepas dengan
bayang-bayang masa lalunya. Munculnya dr. Kalden Sakya membuka tabir
diri Alfa Sagala yang bertualang sampai ke pedalaman Lembah Yarlung di Tibet.
"Dr.Kalden mengamatiku, seperti prihatin. Aku ini Infiltran, kamu Peretas, dan kita dikelilingi oleh para Sarvara," ulangnya sekali lagi dengan tempo mengeja. "Kamu tahu artinya, kan?"
...
Tiga kata itu mendarat seperti bom. Infiltran. Sarvara. Peretas. "Satu-satu, Kalden-la. Satu-satu..." gumamku. (Hal. 393)
Kelahiran
Gelombang mulai menebar pesona pada 17 Oktober 2014, dalam
status “pos” terakhir, sebelum pencapaian ending dalam
Inteligensi Embun Pagi yang akan segera lahir.
Seperti adanya
tradisi dalam serial Supernova, Gelombang juga masih menyajikan taburan dialog
berbahasa Inggris. Secara subjektif, itu bukan perkara mudah bagi pembaca.
Bahkan saya melakukan banyak skip untuk
beberapa kalimat. Karena sejujurnya saya tidak mengerti dengan rangkaian
maknanya. Namun, dialog yang saya pikir “aneh” itu sepertinya tidak mengurangi
esensi makna yang ingin disampaikan Dee sebagai pencerita. Jalan ceritanya
masih dapat dinikmati dengan selow. Meskipun
masih terdapat lembaran “tidak perlu” yang juga menjadi tradisi Supernova yang
terasa agak mengganggu. Gangguan “bahaya” itu tergambar karena, menurut saya,
Supernova yang sudah sangat fenomenal ini tentunya memiliki klas pembaca
beragam, yang pastinya tidak melulu dinikmati oleh pembaca yang sudah “dewasa”
untuk memahaminya.
Semakin hanyut dengan pesona Gelombang, keabsurdan sainsfiksi bersambung ini akan memaksa pembaca untuk menjalin kembali jaring laba-laba Supernova. Perlu diingat, bahwa selama hampir lima belas tahun kelahiran Supernova: Gelombang-lah perantara untuk menghadirkan si Bintang Jatuh.
Semakin hanyut dengan pesona Gelombang, keabsurdan sainsfiksi bersambung ini akan memaksa pembaca untuk menjalin kembali jaring laba-laba Supernova. Perlu diingat, bahwa selama hampir lima belas tahun kelahiran Supernova: Gelombang-lah perantara untuk menghadirkan si Bintang Jatuh.
“You almost did. Tapi, selama kamu tidak jatuh kembali ke amnesia total, Akso akan pulih dengan sendirinya. Semakin pulih ingatanmu, semakin kuat pula kontraksi Akso.”
“Yang lainnya... Partikel, Petir, Akar dan ada dua lagi, aku masih belum jelas melihat... enam orang termasuk aku. Kemana aku harus mencari?”
“Kalian terpencar. Tidak ada yang tahu persis lokasi satu sama lain karena memang seharusnya begitu. Ingat, amnesia adalah kelemahan sekaligus kekuatan kalian. Teman-teman gugusmu juga mengalami proses yang sama denganmu sesuai dengan fungsinya masing-masing. Kecepatan kalian masing-masing pasti tidak sama. Tapi, begitu satu mulai terbangun, pemancar kalian akan teraktivasi. Entah bagaimana caranya, kalian akan saling menemukan.” (Hal. 445)
Adanya
konektifitas “kode” dalam Gelombang seolah akan memaksa pembaca menarik sendiri
benang merah dari serial sebelumnya. Seperti koneksi kehadiran Ihstar dan Kell (sebagai
tokoh di serial Akar). Dan juga cuplikan keping 43 dalam tipu daya ruang dan
waktu yang memberikan porsi untuk Gio (tokoh di serial KPBJ) yang kembali
menjalin kisah pencarian Diva yang menghilang tanpa jejak di hutan Amazon.
Namun begitu, Gelombang masih memiliki potensi kisah tunggal yang dapat
bertahan jika pembaca lebih kooperatif untuk beradaptasi memahami plotnya. Walaupun ya intinya, si Primitif
–pendatang baru yang belum melahap edisi Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, Akar, Petir dan
Partikel harus berusaha mengenal keluarga Supernova.
Atleast, kehadiran Gelombang merupakan menu
utama dengan status paling menggiurkan. Tentunya akan tercipta rasa sesal dari
jiwa Primitif yang bersedia melewatkan pesona Gelombang ini. Untuk itu saya
memberikan pangkat Gelombang dengan status bintang empat setengah, dengan
tambahan standing
applause untuk eksplorasi Dee yang menyajikan cuplikan legenda Batak.
Akhir kata,
saya sampaikan, “Adong
maragam kisah i
son ma. Baca kelenlah
novel ini. Gak akan ada ruginya untuk kelen. Mantaplah pokoknya. Ingat itu, ya.” Horas!
(Review ini
diikutkan untuk sayembara Dee's Coaching Clinic MEDAN dari Bentang Pustaka_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar