Kamis, 26 Februari 2015

Supernova #5 : Tebar Pesona dalam Gelombang


Judul Novel           : Supernova: Gelombang
Penerbit                 : PT. Bentang Pustaka
Tahun Terbit          : 2014
Cetakan                 : Ke-1
Tebal Buku            : 492 halaman
Pengarang             : Dee Lestari
ISBN                     : 978-602-291-057-2

Sinar matahari diblok oleh julangan tembok dan atap bangunan di gang sebelah, mewujudkan lembab dan remang di tengah siang yang terik. Namun, dari sisa cahaya yang ada, cukup jelas terlihat sebuah gambar yang dipulas cat orange di tembok kiriku. Simbol melingkar dengan cuatan ombak di pusat. Kali terakhir aku melihat simbol itu, aku tengah melayang di atas Asko.
Gambar itu bersisian dengan sebuah pintu kayu berwarna hijau tua kusam berhias plang besi yang sudah diukir karat selingkar cincin besi hitam terpaku di tengah pintu. Saat itu, semua keraguanku gugur. Kehadiranku sudah ditunggu. Aku menarik cincin itu dan mengetuk dua kali. (Hal. 387)
Tok-tok. Dalam kepingan 44 Supernova- lahirlah simbol melingkar dengan cuatan ombak di pusat: Gelombang.
Dewi “Dee” Lestari kembali menyajikan petualangan mencari  “makna” Supernova. Dee melahirkan sosok Thomas Alfa Edhison yang diakrabi sebagai Ichon. Bermula dari upacara gondang, suatu peristiwa magis berhasil merubah Ichon, si anak biasa dari keluarga Sagala yang tinggal di desa Sianjur Mula-Mula.
Secara mendadak Ichon laris dihantui makhluk misterius yang disebut Si Jaga Portibi. Bahkan dalam mimpinya, Ichon juga dihantui kejadian semu berulang-ulang yang menjadi pertaruhan nyawa paling mengerikan baginya. Sejak itu, Ichon menjadi incaran orang-orang sakti di kampungnya. Ompu Togu Urat, Nyai Gomgom, dan Ompu Rongur Panghutur. Gonjang-ganjing semakin menyadarkan Ichon pada sesuatu yang harus disadarinya: tentang keanehan dirinya dan itu berhubungan dengan kemampuan mimpi yang mengerikan. Peran orang sakti itu membekali Ichon dua batu bersimbol yang akan berfungsi sebagai pemancar kemampuannya.
Dalam perantauan di Jakarta, Ichon kecil bertansformasi dengan segenap potensi dan jejak rekam masa lalunya. Bahkan talian nasib dengan Amang Gultom berhasil membawa Ichon ke Amerika, belahan dunia yang memberikan kehidupan bagi seorang Alfa Sagala.
“Namamu Alfa, kan? Nomor satu itu artinya. Kalau kau jadi nomor satu di New York, artinya kau jadi nomor satu di mana pun.” (Hal. 110)
Selanjutnya, Gelombang dipenuhi dengan intrik-intrik yang mengalir dengan asyik. Dee dengan luwes meracik ciri khas Supernova dengan kuat, dengan sensasi roller coaster: ekspolorasi kearifan legenda Batak, setting yang sensasional, juga fenomena lucid dream. Ditambah bumbu humor yang menyegarkan, romansa perasaan dan pesona cuplikan sains yang semakin memperkaya jalinan rasa cerita yang lezat untuk bersandingan mesra dengan otak.
Karakter Alfa Sagala yang menggiurkan akan terus menggoda para pembaca untuk menikmatinya. Liku-liku kehidupannya tinggal di apartemen sekarat di Haboken, hingga mampu menyeberang bak kutu loncat menuju kampus paling bergengsi di Amerika Serikat: Universitas Cornell yang menjadi pembuka jalan untuknya berkarir di Wall Street. Namun, kesuksesannya tidak semata-mata membuat Alfa Sagala terlepas dengan bayang-bayang masa lalunya. Munculnya dr. Kalden Sakya membuka tabir diri Alfa Sagala yang bertualang sampai ke pedalaman Lembah Yarlung di Tibet. 
"Dr.Kalden mengamatiku, seperti prihatin. Aku ini Infiltran, kamu Peretas, dan kita dikelilingi oleh para Sarvara," ulangnya sekali lagi dengan tempo mengeja. "Kamu tahu artinya, kan?" 
...
Tiga kata itu mendarat seperti bom. Infiltran. Sarvara. Peretas. "Satu-satu, Kalden-la. Satu-satu..." gumamku. (Hal. 393)
Kelahiran Gelombang mulai menebar pesona pada 17 Oktober 2014, dalam status “pos” terakhir, sebelum pencapaian ending dalam Inteligensi Embun Pagi yang akan segera lahir.
Seperti adanya tradisi dalam serial Supernova, Gelombang juga masih menyajikan taburan dialog berbahasa Inggris. Secara subjektif, itu bukan perkara mudah bagi pembaca. Bahkan saya melakukan banyak skip untuk beberapa kalimat. Karena sejujurnya saya tidak mengerti dengan rangkaian maknanya. Namun, dialog yang saya pikir “aneh” itu sepertinya tidak mengurangi esensi makna yang ingin disampaikan Dee sebagai pencerita. Jalan ceritanya masih dapat dinikmati dengan selow. Meskipun masih terdapat lembaran “tidak perlu” yang juga menjadi tradisi Supernova yang terasa agak mengganggu. Gangguan “bahaya” itu tergambar karena, menurut saya, Supernova yang sudah sangat fenomenal ini tentunya memiliki klas pembaca beragam, yang pastinya tidak melulu dinikmati oleh pembaca yang sudah “dewasa” untuk memahaminya. 
Semakin hanyut dengan pesona Gelombang, keabsurdan sainsfiksi bersambung ini akan memaksa pembaca untuk menjalin kembali jaring laba-laba Supernova. Perlu diingat, bahwa selama hampir lima belas tahun kelahiran Supernova: Gelombang-lah perantara untuk menghadirkan si Bintang Jatuh.
“You almost did. Tapi, selama kamu tidak jatuh kembali ke amnesia total, Akso akan pulih dengan sendirinya. Semakin pulih ingatanmu, semakin kuat pula kontraksi Akso.”
“Yang lainnya... Partikel, Petir, Akar dan ada dua lagi, aku masih belum jelas melihat... enam orang termasuk aku. Kemana aku harus mencari?”
“Kalian terpencar. Tidak ada yang tahu persis lokasi satu sama lain karena memang seharusnya begitu. Ingat, amnesia adalah kelemahan sekaligus kekuatan kalian. Teman-teman gugusmu juga mengalami proses yang sama denganmu sesuai dengan fungsinya masing-masing. Kecepatan kalian masing-masing pasti tidak sama. Tapi, begitu satu mulai terbangun, pemancar kalian akan teraktivasi. Entah bagaimana caranya, kalian akan saling menemukan.” (Hal. 445)
Adanya konektifitas “kode” dalam Gelombang seolah akan memaksa pembaca menarik sendiri benang merah dari serial sebelumnya. Seperti koneksi kehadiran Ihstar dan Kell (sebagai tokoh di serial Akar). Dan juga cuplikan keping 43 dalam tipu daya ruang dan waktu yang memberikan porsi untuk Gio (tokoh di serial KPBJ) yang kembali menjalin kisah pencarian Diva yang menghilang tanpa jejak di hutan Amazon. Namun begitu, Gelombang masih memiliki potensi kisah tunggal yang dapat bertahan jika pembaca lebih kooperatif untuk beradaptasi memahami plotnya. Walaupun ya intinya, si Primitif –pendatang baru yang belum melahap edisi Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, AkarPetir dan Partikel harus berusaha mengenal keluarga Supernova.
Atleast, kehadiran Gelombang merupakan menu utama dengan status paling menggiurkan. Tentunya akan tercipta rasa sesal dari jiwa Primitif yang bersedia melewatkan pesona Gelombang ini. Untuk itu saya memberikan pangkat Gelombang dengan status bintang empat setengah, dengan tambahan standing applause untuk eksplorasi Dee yang menyajikan cuplikan legenda Batak.
Akhir kata, saya sampaikan, “Adong maragam kisah i son ma. Baca kelenlah novel ini. Gak akan ada ruginya untuk kelen. Mantaplah pokoknya. Ingat itu, ya.” Horas!

(Review ini diikutkan untuk sayembara Dee's Coaching Clinic MEDAN dari Bentang Pustaka_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar